Gula RMI, Prosesmu Tak Semanis Rasamu


Pabrik Gula Rejoso Manis Indo (RMI) yang terletak di Desa Rejoso, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar kini telah memulai produksi masal gula komersil untuk memenuhi kebutuhan nasional. Tahun ini adalah tahun perdana proses giling dari PG. RMI yang dibangun sejak 2017 silam. Pabrik yang berdiri di lahan seluas ±25 hektar ini adalah satu-satunya yang ada di daerah Blitar.

Dari awal pembangunan, sempat terjadi penolakan oleh sejumlah warga yang khawatir dengan berdirinya pabrik ini akan membuat dampak negatif kedepannya, terutama masalah polusi. Karena mata pencaharian masyarakat di daerah tersebut mayoritas adalah sebagai petani. Namun, dengan pendekatan yang lembut dari manajemen RMI, lambat laun warga mulai menerima kehadiran pabrik tersebut, belum lagi pihak pabrik yang membeli lahan warga dengan harga yang cukup fantastis, membuat kontra tersebut mereda.

Namun, saat uji coba mesin pabrik ini menimbulkan polemik kembali di warga sekitar terutama masalah polusi dari sisa pembakaran batu bara yang tersapu angin serta limbah cair yang dibuang di sungai sekitar membuat aroma bacin yang menguap cukup mengganggu warga sekitar. Aksi protes pun kembali digelar. Namun, aksi protes tersebut hanya terjadi beberapa waktu saja. Entah bagaimana solusi yang didapat oleh warga.

Tepat pada bulan Juni ini, dimulailah penggilingan tebu besar-besaran oleh PG. RMI. Bahan baku berupa tebu yang sudah ditebang berdatangan dari beberapa daerah sekitar, dulunya yang kebanyakan tebu disetor ke PG. Kebon Agung, Malang kini berpindah haluan ke PG. RMI karena menurut beberapa kabar yang berkembang, ratusan hektar lahan tebu warga di sekitar Blitar dan Malang selatan telah terjalin kerjasama dengan PG. RMI. Disisi lain, harga pembelian tebu dari RMI dirasa cukup tinggi serta biaya angkut cukup murah karena jarak antara pabrik dan lahan warga tidak terlalu jauh.

Masalah lain timbul, sejak Kamis, 18 Juni kemarin terjadi tumpukan antrian truk tebu dari arah Malang menuju pabrik RMI melewati hutan Brongkos di Kesamben. Pantauan dari beberapa netizen dalam unggahan Facebook, dilaporkan kemacetan terjadi sejauh 10 kilometer sejak dari kawasan Selorejo hingga Brongkos, Kesamben. Sehingga terpaksa dilakukan sistem buka tutup jalan untuk menghindari kemacetan yang lebih parah.

Disisi lain, muncul penjual kopi dan rokok dadakan di sekitaran jalur antrian truk tebu yang menjadi berkah tersendiri bagi warga. Bahkan, beberapa laporan netizen di sekitar pabrik menunjukkan bahwa penjualan warung di sekitar pabrik melonjak drastis dan sebagian warga yang mempunyai kamar kosong menyewakan kamar harian untuk para sopir beristirahat sambil mengantri.

Ternyata, dibalik manisnya gula yang setiap hari kita konsumsi terdapat sekali perjuangan serta proses yang tidak semanis rasanya. Industri memang tidak bisa dihindari dalam era sekarang, belum lagi kebutuhan gula nasional yang terus meningkat tiap tahun memaksa pemerintah melakukan terobosan baru diantaranya mengundang investor untuk berinvestasi pabrik gula modern di beberapa wilayah Indonesia agar kebutuhan gula tidak lagi bergantung pada impor dari negara lain. Dan masyarakat juga berharap adanya keseimbangan antara investasi dan pembinaan industri agar tidak merugikan kehidupan masyarakat sekitar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer

Anak Pupon (Bagian 2 : Kota Rana)